Tuesday, March 31, 2009

"eh, halloo!"; 090320

poleng; 090317

"maaiii..mai mai mai"; 090307

bad mood; 090303

Legong; 090302

Legong Condong: This is How it's Suppose to be; 090302

so sleepy; 090302

hilang; 090228

bola mati; 090226

gada gada; 090225

Monday, March 23, 2009

hm..

officially back.

lazy monday.
messy room.
adapt and reset.
searching signal.

low bat.
low fat milk.

cranky, cranky, cranky.

say the magic spell, missy:
"googly googly googly, go away!"

Tuesday, March 17, 2009

rujak pepaya di rumah Pak Trip (Munduk, Singaraja)

ini pepaya nya.
hasil kebun sendiri :D

ini bumbunya:
asem (jawa), gula aren (gula jawa, atau gula bali kalo disini namanya), terasi, garem, cabe, gula pasir sedikit.
hmmmm..

Neon*

menjelang kepulangan tanggal 19 maret.

14 maret, Pecatu, Selatan Bali

bersama Tina ke pantai dreamland, Ulu Watu, dan padang-padang di malam hari.
bermalam di rumah Tina.

15 maret, Singaraja, Utara Bali

diantar pulang ke kosan sama Tina paginya.
Rima sudah menanti.
saya akan ikut Rima pulang ke rumahnya di pedesaan balik bukit di Munduk, Singaraja. pedesaan balik bukit, hmmm, can u imagine that :D
perjalanan dengan motor yang kami lalui tidak mudah,



cuaca panas menyengat di Denpasar, lanjut terus sampai daerah perbukitan yang naik turun, angin, udara mulai sejuk, dan belokan-belokan tajam, naik maupun turun. tapi sebanding, karena pemandangan yang kami lalui bagus sekaliii. melewati gunung Batukau dan dua danau. sempat berenti beli stroberi dan berenti lagi di danau tamblingan. makan stroberi.



berangkat dari Denpasar jam 1 lewat, sampai rumah Rima jam 4 sore kurang.


16 maret, Singaraja, seharian menjelajah kesana dan kemari :D

ada banyak foto tapi agak lama di upload disini, menyusul saja ya :]

berikut sedikit teaser, citra yang sempat saya tangkap tanggal 16 sore :]



kembali bermalam terakhir di Munduk, Singaraja.

keesokannya, pagi sekali saya akan kembali meluncur ke Denpasar naik travel, sendiri, karena Rima akan menghabiskan liburan 2 minggu nya disana bersama keluarganya.

17 maret, Singapadu

jam setengah 5 pagi saya bangun dan diantar ke meeting point dengan travel yang akan meluncurkan saya ke Denpasar.
sedih sekali, berpisah dengan Rima. juga dengan bapak dan ibunya, Koming keponakannya, dan pekak dan dadong (kakek dan nenek).

Rima adalah teman terbaik saya selama di Denpasar sini, hix.

sore ini,
saya menungu Ni Luh De, untuk menjemput saya di kos lalu menginap di rumahnya di Singapadu. besok saya diajak melihat upacara Galungan di Pura di daerahnya :]


selamat Galungan, teman-teman yang merayakan.

*Neon, a song by John Mayer, Room for Square album.

saya susu full cream :]

tanggal 14 maret, 3 hari yang lalu, saya ke pecatu.
diajak Tina, teman saya yang sering menari di ULU WATU untuk turis disana.
ULU WATU itu salah satu tujuan wisata juga yang terkenal karena disana, di Pura Ulu Watu itu, monyet nya banyak sekali dan dipelihara.
ini semacam sanctuary mereka.
terus, di tebing gitu.
lautnya ada di bawah.
berdebur-debur.
menjelang sunset, diadakan dramatari Ramayana singkat.

ini kali kedua saya ke ulu watu dan menonton sendratari Ramayana singkat nya.
ingatan saya jadi kembali lagi semua dalam 1 detik,
pertama kali dulu kemari dan menonton sendratari ini taun 2005,
pun perasaan saya sepulang menonton sendratari disini 4 taun yang lalu itu.

waktu itu saya bersama keluarga rame-rame: sepupu-sepupu, oom, tante, ibu juga, road trip. menyetir dari jakarta, menyusuri jawa. sempet berenti di Dieng, melihat sunrise di Bromo, sampai menyeberang ke Bali, dan berwisata di mari. salah satu destination kita waktu itu Pura Ulu Watu ini.
sesi hari itu berakhir dengan selesainya sendratari ramayana yang meninggalkan perasaan campur-campur di hati saya.
saya kagum.
kagum sekali menyaksikan tari kecaknya yang kompak, magis, menghipnotis.
hanoman nya yang atraktif.
melihat pemangku yang seringkali muncul di tengah-tengah pertunjukkan untuk "membersihkan" arena pertunjukkan dari bad spirit.
melihat sunset yang cuma beberapa menit itu prosesnya di balik siluet pura Ulu Watu.
melihat para penari itu dengan luwesnya melenggang.
melihat permainan karakter mereka yang terwujud dari gestur tarian mereka.
sesaat setelah menonton sendratari itu saya cuma diam.
berpikir, "hebat sekali ya penari-penari itu, hebat sekali orang-orang yang dengan segenap jiwa mencintai kebudayaan mereka, bisa ga ya, kenal sama penari-penari ini, melihat wajah di balik topeng Hanoman yang atraktif lucu sekali itu?"
saya menyesal tidak menuruti perintah ibu dan melanjutkan pelajaran tari bali saya sewaktu kecil.
saya tergugah karena merasa, "kebudayaan Indonesia itu indah sekali ya.."
saya tergerak.
terus saya cuma bisa melihat Arum, salah seorang sepupu saya sambil berkata, "bagus banget ya? keren banget ya? coba ya dulu kita ga berenti latian nari..."
semua campur aduk.
ya kagum.
ya senang.
ya merinding.
ya menyesal.
ya sedih.
ya, ingiiin sekali bisa berlaga seperti itu.
ya merasa kecil, speechles.

lalu saya membatin, dengan hati menggelegak dan semangat "ah, saya mawu belajar nari lagi! suatu saat nanti, saya mawu kesini lagi. sendiri."

taun demi taun lewat.
saya suka ini, saya suka itu, saya mawu ini, saya mawu itu, saya ngerjain ini, saya ngerjain itu.
saya lupa.
tapi ga seratus persen lupa ternyata,
karena walau fokus saya teralihkan dan "mampir-mampir", ternyata deep down inside saya benar-benar jatuh cinta sama ini, jalan saya pun masih mengarah ke sana walau belok-belok.
dan tiga hari yang lalu,
persis seperti 4 taun yang lalu itu,
saya ada di Pura Ulu Watu,
dan menonton sendratari Ramayana.
tapi kali ini,
saya sendiri :]
dan sudah punya perspektif baru waktu menonton sendratari ini :]
dan saya bisa berbincang banyak dengan para penari kecak maupun hanoman maupun tokoh sendratarinya :]
ya walaupun saya blum bisa menari disana.
entah bisa atau tidak, tapi ini cukup, rasanya saat ini. :D

saya jadi merasa sangat positif.
sangat bersyukur.
sisa malam itu saya senyum terus. tulus dari hati.
saya sayang semuanya.

saya, susu full cream* :D

*menyambung dari salah satu tulisan saya tentang "menjadi Low Fat Milk"

baru, di Singaraja

BARU kali ini buat saya:
disuruh nyobain daging kebo.
KHAHAHAHAHAHAHAHHA.
daging KEBO?
mereka kan ga makan sapi ya, jadi menu sehari-hari itu babi, ayam, atau..KEBO alias kerbau.
blum pernah kepikiran sama saya makan daging kebo.
rasanya juga dari kecil blum pernah disuruh makan daging kebo deh sama ibu.
sebelum saya coba buat makan, sempet kebayang KEBO.
kebo.
kerbau.
hewan berkaki empat yang BESAR luar biasa. pernah liat kebo raksasa dulu di komplek Dago Asri, deket kosan di Bandung. GEDHE banget tu kebo sampe suka bikin saya kaget kalo kebetulan melewati doi yang lagi asik ngerumput. sekarang tempat dia merumput sudah jadi kosan, dekat tempat makan sate koboi situ tu, deket mini market GIANT.
jadi inget, kemana ya si kebo raksasa itu sekarang?

anyway,
kebo GEDE kedua yang saya liat itu di JATINANGOR.
dari depan kamar kosan temennya eji yang namanya Toni.
sama reaksi pertama saya juga kaget pas liat.
liat kebo ya, bukan liat toni.

nah, sebelum makan sempet ngebayangin dua kebo terdahulu yang sempet saya liat dan dahsyat besarnya. blum lagi kebayang kulitnya yang tebal coklat seperti kulit badak.
hmm..
bukan sesuatu yang sedap untuk dibayangkan bisa terasa enak.
tapi dimasak nya uda ga berupa daging gitu.
dibiki SATE LILIT nama masakannya.
dagingnya dicampur kelapa (lagi-lagi kelapa) parut, terus mungkin juga pake tepung roti.
dililit di tusuk sate yang pipih seperti stick es krim.
terus di goreng.
bukan di bakar.

rasanya..
hmmm..
(makan sambil berusaha mengenyahkan bayang-bayang KEBO di balon-balon pikiran saya)
ya gitulah..
enak ga ya?
gatau deh, kelapa nya cukup berasa.. *ga berenti saya membatin "kelapa..kelapa..kelapa.."
(ahh, saya akan gagal direkrut JELAJAH atau JEJAKPETUALANG atau JALANJALAN ni kalo gini mentalnya)
gimana ya..
enak si,
tapi saya gamau makan lagi, cukup satu ajah.
khahahahahahahahahha.

OIA, waktu di pecatu, sempat bertandang ke pacarnya Tina, saya disuruh makan belalang goreng.
BELALANG GORENG.
khahahahahahahahaha.
banyak lumayan ada semangkuk kecil.
secara visual si uda ga keliatan belalangnya.
terus Tina nyomot dan makan sambil bilang, "yang enak tu kepala nya, nih, mawu coba?"
saya menggenggam kepala belalang goreng yang sekarang warnanya coklat tua itu.
lalu ibu nya pacarnya Tina lewat seraya berkata, "paling kalo ga cocok kamu gatel-gatel aja sedikit, sebentar.."

GLEK

saya mengurungkan niat nyoba. T.T

*adieu, JEJAK PETUALANG. adieu, JELAJAH.
saya bukan perempuan tangguh mental, hix.
ibu saya masih lebih baja mentalnya karena beliau pernah cerita waktu kecil (sebelum dia tau itu haram) suka makan darah ayam yang diolah, dimasak, direbus kalo ga salah. DIDEH namanya.

ternyata (part two)

1. ada deng cirle K! khehe, lumayan banyak juga ternyata walau ga menjamur. ada satu juga di jalan utama dekat kosan, cuma kmaren sepedahan jarang lewat jalur jalan yang ini.

2. masakan sayur mentah disini variasinya jauh lebih banyak! BOSEN di Jawa masakan sayur mentah atau setengah matengnya mostly pake bumbu kacang. coba ya, pecel, ketoprak, gado-gado, apa lagi ya? seinget saya kacang semua.
kalo disini bumbunya pake kelapa kebanyakan.
sesuatu yang baru buat saya :D jadi senang!
ada yang namanya
Serombotan: ada kangkung, toge, daun-daunan (bayem kali ya?) terus pake kelapa parut sama bumbu apa lagi gatau, yang pasti ga ada bawangnya. rada pedes. ENAK! apalagi makannya pake nasi anget PLUS kerupuk. yum yummm :D
Gonde: semacam serombotan tapi bumbunya (teteup pake kelapa) agak berkuah. sama, enaknya dimakan pake nasi anget PLUS kerupuk! :]
Urap : ya kalo ini di jawa juga ada. apalagi yang namanya "botok mlanding"! hmmm hmmm hmmm yummy yummy yummy. tapi kalo di Bali namanya urap aja dan lebih enak botok mlanding, still :]

3. menurut hasil ngobrol ngobrol sama ibu dan tantenya Tina, teman saya yang rumahnya di Pecatu, masakan khas Bali itu yang SEGALA BUMBU. jadi hampir semua bumbu dipake kalo di masakan bali. sempet nyobain SAYUR BELIGO juga di rumahnya Tina. sayurnya pake buah BELIGO. semacam labu atau terong atau kentang, tapi bukan ketiganya. buah Beligo namanya. terus sayurnya dimasak bening dicampur kacang panjang, dan kuahnya ada rasa rasa jahe nya. ENAK! :D segerr.
nah tapi menurut ibunya Rima di Bali Utara, di Munduk, Singaraja. masakan Bali itu khas nya pake TERASI. sempet makan rujak juga disana terus bumbunya dikasi terasi juga. dikiit. ENAK :D

4. Bali, yang paling bagus itu langitnya...
langit nya bali ga bisa boong. bagus banget. cerah, jarang berawan.
jadi kalo siang itu BIRUUU..dan kalo sore, kalo lagi beruntung bisa melihat semburat-semburat oranye :] nice!

Tuesday, March 10, 2009

BEDEBAH

semalam saya ke banjar lebah.
banjar adalah pusat tempat kegiatan sebuah desa.
desa disini maksudnya kalo di jawa rt rw gitu.
saya kagum, disini, kegiatan gotong royong dan semangat kebersamaan di rukun warga dan rukun tetangganya masih jalan banget.
karang taruna pemuda pun benar-benar jalan.
dan anak muda nya pun berpartisipasi bukan basabasi.
bukan cuma anak muda yang kurang kerjaan yang ikut.
praktis semua anak muda turut peran serta menyumbang karya secara sukarela.
ngayah namanya.
sampai jam 11 malam semuanya berjalan lancar.
prediksi saya harus pulang kosan jalan kaki ternyata salah, karena ada yang mengantar.
amin. selamat dari jalan kaki malam-malam.
sesampainya di kosan yang satu komplek isinya cuma saya seorang itu, saya langsung membuka kamar siap merebahkan diri di kasur.
sampai...
saya melihat sesuatu.
awalnya saya ga berani langsung nengok.
tapi jantung saya benar-benar berdetak kencang sesaat.
saya rasa aliran darah saya juga langsung berdesir melesat sampai tengkuk.
praktis saya bergidik.
pelan-pelan saya intip dengan sudut mata.
mulai tercium bau yang PALING saya benci tapi sudah familiar di hidung saya.
indera penciuman itu langsung memberi perintah ke otak untuk memerintahkan anggota tubuh gerak saya bergerak menjauhi titik sumber malapetaka.
sambil mundur seribu langkah saya langsung menoleh.

dia disana...
nangkring anteng dengan anggunnya.
saya ga bisa lupa.
warnanya yang mengkilap, COKELAT
SUNGUTnya yang panjang bergerak-gerak
SAYAPnya yang kadang bergerak bak paru-paru, kembang kempis
KAKI-KAKI nya yang kurus amit-amit tapi mampu bergerak super cepat dengan kecepatan cahaya,
dan BAU nya yang dahsyat.

langsung terbayang...
anatomi perutnya yang bergaris-garis,
isinya yang berwarna putih yang acapkali lumer saat ia di INJAK,
dan lagi-lagi, BAU nya.

ASTAGHFIRUAALLAHALADZIM!
lutut saya lemas!
keringat dingin saya menetas di pelipis.
kenapa harus sekarang dia mejeng? ga bisa nunggu besok waktu teman satu kosan pulang apah?

refleks saya ke kamar emban kosan, saya ketuk pintunya, saya panggil namanya dengan suara bergetar,
"mbok kolo! mbok kolo! tolong mbok! ada kecoak mbok!"
sia-sia.
saya lupa sesaat, dia bisu dan tuli.

saya putar otak!
jam digital memberi display angka 11 (kurang lebih, saya lupa detail) Waktu Indonesia Bagian Tengah.
saya telfon ibu kosan. *ibu kosan ini masih muda, jadi jangan bayangkan saya membangunkan nenek nenek seperti Ibu Warno selarut itu* *ibu Warno adalah..ahh ya itu lah, yang jelas dia bukan cat woman, perempuan pujaan saya*
sementara itu pintu dan jendela kamar saya buka lebar, dan saya menanti di luar.
percuma dia sudah tidur, telfon sempat diangkat tetapi saran terbaik dengan suara bantal dari dia adalah,
"ambil sapu ijuk tu dah, kan banyak tu disana, terus pukul aja sampe mati"
secara TEORI saya KHATAM!
percayalah praktek tidak sama dengan teori.

saya mengucap terimakasih dan maaf dengan sopan.
"berpikir mita! berpikir mita!"
saya mendorong diri saya memutar otak tanpa melepaskan fokus saya kemana MAKHLUK ITU bergerak.
saya melihatnya.
berjalan cepat ke arah pintu kamar mandi, naik perlahan sambil sesekali berhenti.
berhenti seakan sambil melirik saya.
BEDEBAH!
setelah diam sejenak kembali ia melirik saya dan naik lagi sampai jauh melibihi tinggi kepala saya.
pupus harapan memberanikan diri menggebuk dengan sapu yang sudah saya genggam!
DIA BISA TERBANG!

OH TUHAAAAAAANNN!

saya telfon seorang teman yang sering main ke kosan ini.
saya tau rumahnya di Ubud, 45 menit menyetir motor dengan kecepatan normal dari Denpasar jaraknya.
saya cuma berharap secara ajaib dia sedang berada di Denpasar.
selarut ini?
ya, siapa tau si! coba aja!

percuma.
dia sedang nonton voli di daerah rumahnya.

dia cuma bisa ketawa dan menginjeksikan logika-logika yang GA SATUPUN mempan.
saya tetap lemas.
semakin panik.
airmata saya mulai meleleh.
saya telfon teman kosan yang lain.
entah apa yang saya harapkan, rumahnya di Singaraja, lebih parah jauhnya, 3 jam perjalanan motor kecepatan normal dari Denpasar.
nada sibuk.
sering begini, mungkin dia kehilangan sinyal di Singaraja sana.
saya coba lebih dari enam kali.
beda-beda alasannya ga bisa connect,
tapi tetap sama intinya,
tidak bisa dihubungi.
saya lemas gatau harus apa.

ada teman satu lagi.
kosan nya dekat.
10-15 menit jarak mobil kecepatan normal.
tapi saya tau dia sedang mengerjakan tugas.
deadline.
tapi cuma DIA satu-satunya harapan saya.
choki namanya.
saya memutuskan untuk menelfon.
benar dia sedang mengejar deadline jam 12 malam.
solusi terbaik dari diskusi panjang yang kebanyakan adalah suara saya menenangkan diri saya sendiri dan permintaan maaf berulang-ulang adalah:
1. panggil taksi, ke kosan dia, selesai dia bertugas dia antar saya pulang.
2. menunggu di luar sampai dia selesai bertugas dan menghampiri kosan saya.

saya pilih option 2!
saya GA MAU kehilangan arah pergerakan makhluk itu.
saya GA MAU pergi dan pulang mendapati dia sudah tidak disitu tapi di tengah malam saya menyadari kehadirannya di belakang leher saya di kasur.
amit amit jabang baby!

telfon ditutup supaya dia bisa cepat menyelesaikan tugasnya.
ya, saya tau ini konyol.
saya tau saya merepotkan.
tapi saya benar-benar sendirian dan tidak tau bisa minta tolong siapa lagi.

hening sesaat di luar.
logika saya kembali perlahan.
saya beranikan diri, ambil sapu ijuk.
"JANGAN MAU KALAH! JANGAN NGEREPOTIN ORANG!" saya bertekad dalam hati.
langkah demi langkah saya ambil.
kerudungan kain saya mendekat.
kenapa kerudungan karena saya ga mau IN CASE pukulan saya meleset dia menghindar ke arah selatan, terbang ke arah timur, hinggap dan NYANGKUT di rambut saya!
hiiiii.
dan tibalah kejadian itu,
saat saya sudah mengambil ancang-ancang untuk memukul...
dari bawah pintu kamar mandi,
KELUAR SATU LAGI!

MAKASSSSSSIIIHHHH ya boooooooooo.
refleks saya LARRRII ke belakang.
si nomer dua berjalan cepat dan berenti tiba-tiba menuju arah saya.
saya sudah tidakbisa membendung lebih banyak air mata.
jantung saya memompa darah luar biasa cepatnya,
saya capek,
saya lemas,
saya takut.
sial.

kembali si nomer dua beraksi dan merayap dengan cepatnya ke arah saya.
kembali dengan gaya mundur saya keluar kamar sambil menangis.
terus, terus, terus,
sampai saya menabrak pohon di belakang saya.

saya NYERAH!

si nomer dua keluar kamar saya,
sejenak memperhatikan saya,
dan merayap ke kamar sebelah yang tidak berpenghuni dan masuk lewat bawah pintunya.

saya capek dan ngantuk sebenernya.
saya telfon choki, saya bilang akan saya tunggu dia.
dan saya menunggu di luar.
malam-malam.
sendirian.
gelap.
sepi.

saya tidak takut, fokus saya ada di depan pintu kamar mandi.

sekitar jam 2 dini hari, kalo saya ga salah liat, udah ga bisa konsen, choki yang selalu mengupdate kabar terbaru saya menyatakan posisinya yang sudah meluncur ke arah kosan.
tidak lama dia datang,
melakukan observasi sejenak.
dilanjutkan dengan serah terima sapu ijuk dari saya yang ia tolak kemudian seraya berkata,
"oh, gausah, ini sih pake tangan aja.."

UDA MAU GHHHILA DIA PAKE TANGAN!
dan dengan mudah nya ia menelungkupkan tangannya di atas si nomer satu.
"hap"
diambil, dan DITERBANGKAN keluar.
keputusan yang sangat disayangkan karena seharusnya si nomer satu DI INJAK.

dia masuk kamar mandi dengan maksud mencuci tangan.
dan mendapati si nomer TIGA di lubang saluran pembuangan.
telentang.
sudah mati.
but still, there are THREE of them!
in ONE NIGHT!
one HILARIOUS night!

tidak lama setelah saya menenangkan diri, choki pamit pulang.

saya tidur jam 4.

Sunday, March 8, 2009

Doea Radja Ketjil

Alkisah di sebuah kerajaan tinggallah dua orang raja kecil.

Raja pertama,
Darah biru, sebutan rakyat yang tinggal nun jauh disana.
Tubuhnya tegap tinggi, gagah dibalut busana.
geligi nya berderet, rapih tertata.
Batang hidungnya tingi, dengan derajat kemiringan sempurna.
Sayu dan teduh ia punya mata.
Berombak melengkung bibirnya.
Dibingkai rahang persegi yang kokoh, rambut ikal, dan kulit yang cerah ditimpa cahaya.
Ningrat betul tindak-tanduknya mencerminkan ningrat darahnya.
Tutur katanya halus diplomatis, ramah tapi hati-hati waspada.
Akal budinya terpelajar serta luas wawasannya.
Muda usia, tetapi sudah banyak menetas karyanya.
Piawai menari dan tidak segan menurunkan kepiawaiannya kepada generasi yang lebih muda.

Ia tinggal di dalam kepungan tembok-tembok besar dan megah.
Selalu dikawal dua orang punggawa yang serba inggih.
Semua kegiatannya dipantau sungguh.
Kebutuhannya semua serba penuh.
Keinginannya adalah perintah.
Walau kadang, kehendaknya tidak selalu terwujud patuh.
Seringkali merasa risih tidak nyaman, ia mengeluh.
Tetapi seringnya secara tanpa sadar di singgasananya ia berlabuh.
Meninggikan dirinya diantara orang lain tanpa rikuh.

Raja kedua dekat ada disini,
Darah merah, ia menyebut dirinya sendiri.
Tubuhnya gagah walau tidak tinggi.
Coklat kulitnya bagai sawo matang di pohon, yang manis.
Matanya bulat besar dan hidup, seirama dengan kata-kata jahil yang selalu meluncur dari otaknya yang cerdas.
Menarik perhatian setiap mudi yang turut bermain serta dan mengerling manis.
Senyumnya seringkali berkembang jenaka,
Apalagi jika temannya susah akibat ulah
nakalnya.
Luwes bergaul dan berkelakuan semaunya,
Bagai anoman, anila, dan kawanannya, Lincah gerak tubuhnya,
Bergerak sana sini tidak pernah mau diam raganya,
Apalagi belajar, main saja setiap hari ia punya kerja.
Berbicara pun tidak pernah pikir panjang ia berkelit,
Senang sekali membanggakan diri tanpa rasa sungkan walau sedikit,
Piawai menari dia, pun menabuh kendang tanpa sedikitpun rasa sulit.

Walau merah darahnya, bagi orangtuanya ia biru ningrat.
Ia tinggal di dalam rumah sederhana yang hangat.
Bapak ibunya selalu di rumah menunggu.
Senantiasa melayani ia seorang, anak laki-laki mereka satu.
Apa pasti dituruti,
Rengekan pasti dilayani,
Semua tidak pernah ia kerjakan sendiri,
Kecuali mandi.
Bukan ningrat darah pada diri.
Tapi bagi bapak ibunya, ia lah raja sejati.

Saturday, March 7, 2009

Lagi, Bahasa Bali

Sube = sudah
sube ked = sudah sampai
timpal = teman
mebalih = nonton
matur sukseme = terima kasih

bertemu Pak Hendra

wihihihi, baruuusan aja,
sambil online pake hotspot nya ISI (khehe, pake password tya, teman saya, sebagai sajen karena saya ditinggal sendirian untuk 2 hari ke depan),
saya di sapa oleh seorang dosen ISI yang lewat hendak pulang.
awalnya dia bertanya tentang hal ihwal perkuliahan di ISI.
dan saya mengungkap jati diri saya kalau saya bukan cat woman, bukan juga anak ISI.
(ke gap...)
untung santai, beliau malah ngajak ngobrol, karena ternyata beliau pun dari BANDUNG.
huehe.
namanya Pak Hendra.
eh, namanya Hendra, saya panggil Pak Hendra.
sempet ngobrol tentang tujuan saya ke Bali juga.
banyak dapat tambahan informasi lagi dari beliau.
TOMATO YEAH!!

dan sesaat setelah ia menghidupkan motornya dan akan meluncur, beliau sempat terdiam dulu sejenak, melihat titik jauh, seperti berpikir.
saya masih memperhatikan beliau, menunggu ia tancap gas untuk kembali berbincang sore dengan Mary.

"kamu jurusan apa? komunikasi ya?"
"yang kamu teliti tentang? apa yang mawu dikomunikasikan Tari Legong?"
"o ya ya ya ya..."

lalu tanpa melihat saya, tapi berbicara pada saya, beliau mengatakan sebuah kalimat yang menurut saya bagus sekali sehingga membuat saya tersenyum sampai detik ini.

Pak Hendra berkata,

"kalo komunikasinya sudah sampai, berarti karya seninya sudah selesai"

sakit rumah

sabtu, 7 maret 2009, 15:22 WITA

hari ke sepuluh hari ini.
besok tanggal merah ternyata.
semua teman kosan, yang membuat saya betah,
pulang.
s e m u a n y a

benar-benar semuanya.
tinggal saya sendiri tadi mengantar kepergian mereka di gerbang satu-satu.

T.T

tinggal sendiri sekarang, dan hujan besar.

"heh, saat nya mengetik lagi! dari kmaren udah main!"
"iya iya iyaa.."

colek colek sabun colek

Dengan dasar pemikiran bahwa sabun colek akan lebih praktis dibawa karena bisa sekaligus sebagai deterjen pecuci baju dan sabun pencuci piring gelas sendok atau garpu, maka saya berangkat satu minggu yang lalu berbekalkan BuKrim!

Berapa anak muda yang pernah mencoba mencuci baju dengan sabun colek?
Ga tau, yang saya tau saya baru pertama kali ini mencoba.
Dalam pikiran saya, tidak akan terlalu sulit.
Ternyata lebih sulit mencuci dengan sabun colek daripada dengan deterjen.

Kalau dengan deterjen saya tinggal melarutkan deterjen dengan air, baju saya rendam beberapa saat, kucek sana kucek sini, bilas.
Kalau dengan sabun colek?
Hmm, saya harus memeriksa dulu bagian mana yang kotor, lalu kucek dengan sabun colek.
Kalau tidak ada yang kotor atau terkena noda?
Bagian mana yang harus saya oles dengan sabun colek?
Sempat bingung.
Tapi pada akhirnya saya jadi meneliti dengan seksama seluk beluk pakaian-pakaian saya.
Mencuci jadi lebih lama.
Sambil nyuci sambil mikir.
“ribet gini, nyuci pake sabun colek”
Tapi, setiap detik dan menit yang saya habiskan dengan memandang dan menjelajah baju-baju saya pelan-pelan dengan seksama, membuat saya jauh lebih mengenal baju-baju saya.
Saya jadi mikir,
Sabun colek membuat saya merasa intim, merasa dekat, dengan baju-baju saya.
Sabun colek memberitau saya,
Jalan yang lebih susah dilalui, proses yang panjang dan melelahkan, ternyata memang bisa membuat saya merasa jauh lebih dekat dengan sesuatu.
Proses.

Tips

Setelah melalui beberapa hari di sini saya mengambil sebuah kesimpulan:

mungkin ini tips,
Kalau memang ingin bepergian dalam rangka mencari sesuatu yang baru, mencari pengalaman baru, dan direncanakan akan tinggal cukup lama di suatu daerah untuk menjelajah dan mempelajari keseharian orang-orangnya juga,
LEBIH BAIK PERGI SENDIRI.

ya :D

Karena,
Ada lebih banyak cerita yang bisa saya dapat waktu saya berusaha untuk mencaritau sendiri apa yang ada disini:
Pengalaman-pengalaman bodoh yang bisa ditertawakan,
totalitas saya melibatkan diri dengan teman-teman baru karena saya tidak punya teman lain (dan karena totalitas itu juga mereka jadi menerima saya dengan sangat hangat),
cerita-cerita yang saaangat banyak nantinya tentang hari-hari yang saya lalui dengan teman-teman baru ini, karena kita memiliki latar kebudayaan yang beda, logat bicara yang beda, bahasa yang beda, kebiasaan yang beda pula,
proses yang sangat terasa, dari merasa sendiri benar-benar sendiri, sampai merasa tidak sendiri karena punya teman,
merasa bersyukur dan menghargai teman, karena ngerasain awalnya sendirian ga ada temen ga enak,
Teman-teman baru yang tidak saya duga bisa membawa saya kemana,
Perasaan senang dan puas saat bisa menemukan sesuatu sendiri tanpa bantuan,
Membuat saya lebih bisa ramah menyapa orang dan mengajak orang mengobrol,
Pertemuan-pertemuan tidak terduga dengan orang-orang yang bisa memberi saya banyak pelajaran,
Membuat saya bisa lebih detail memperhatikan sekitar karena (lagi-lagi) saya sendirian, ga ada distraction,

TAPI...
tergantung lingkungannya juga si, kalo iya pas beruntung! kalo dapet lingkungan nya pas yang ga enak, ga baik, mungkin ya ga enak juga ya? Hmm, mungkin, maka dari itu, penting rasanya meminta doa restu orang banyak.
Eh, tips nomer dua jadinya tu,
Minta doa banyak orang.
*terimakasih teman-temanku tersayang buat doanya
*terimakasih ibu, bapak, buat doa nya

TAPI lagi, saya pernah baca di satu bukunya Boit, ibu perwakilan cabang Bandung, di tokonya, Omuniuum, ada satu quotes Budha di buku itu.
Gini katanya, kira-kira kalo saya interpretasikan,
“Dunia itu, isinya, tergantung kamu. Kalo kamu ramah dengan dunia dan kamu menganggap dunia itu tempat yang menyenangkan, maka, Dunia juga akan ramah kepadamu dan memperlihatkan sisinya yang menyenangkan.”

Di hari ke enam, bertemu Pak Muhartoyo.

Di satu sore yang membuat lapar, saya berjalan ke warung makan rames di jalan Nusa Indah no.25.
Nama rumah makannya: Rumah Makan warung Handayani.
Tersenyum saya menyapa kakek berusia 65an yang berada di dalam rumah makan.
Si kakek balik menyapa lebih ramah lagi.
Sambil melihat saya beliau tersenyum dan saya dipanggil cu.
Khehe.
Sambil memilih lauk pauk kami berbincang.
Saya pilih lauk teri medan, tempe, dan sayur bayem yang banyak plus kuah sayur toge. Sluurrrrp!
Beliau asal Madiun.
Keluarganya masih banyak di Madiun.
Beberapa di Jakarta.
Di Bali sudah sekitar 40 tahun.
Tadinya beliau berprofesi jadi guru di Madiun.
Tapi gajinya sebulan 500 rupiah.
Jangan kaget dulu, taun 60an 500rupiah masih bisa buat bertahan hidup setengah bulan.
Tapi akhirnya merantau ke Bali untuk mendapat pekerjaan yang jauh lebih baik.
Alhamdulilah dapat.
Saya memperkenalkan diri, beliau pun.
Pak Muhartoyo namanya.
Dari awal sudah menebak saya dari Jawa.

“Cucu saya ada yang seumuran kamu.”
“mita? Cucu saya juga ada yang namanya mita.”
“cucu saya sudah ada empat orang..”

Dan beliau senang menyimak cerita saya.
Sambil saya makan beliau mewejang.
Sebelumnya dia minta maaf karena tau-tau mewejang, tapi saya tertawa dan bilang kalau saya senang mendengarkan.
Saya senang mendengarkan wejangan orang tua.
Pak muhartoyo bercerita banyak tentang menjadi ikhlas dan melepaskan rasa iri, dengki, dan marah. Legowo bahasa jawa nya.
Lalu beliau berbicara tentang jodoh dan takdir.
Tentang kebetulan yang tidak ada.
Adanya jalan dari Tuhan.
Karena semuanya pasti ada maksudnya, ada hikmahnya.

“kamu islam?” beliau bertanya.
“jangan lupa solat” warning yang sama yang dibekalkan ibu saya terakhir di bandara.
“berdoa minta dilancarkan semua urusannya sama Allah. Betul itu, pasti dikabulkan kok. Sama yang tidak kalah penting, minta doa orangtua. Doa ibu. Betul-betul itu, penting sekali.”
“kita berusaha tapi kita harus minta ke ridhoan-Nya”
“kamu sendiri? Di bali sini?”
“wah! saya doakan urusan kamu lancar ya, sukses, bertemu orang-orang yang baik”
“ya, ya, saya doakan bisa bermanfaat”
“kalo kamu butuh bantuan apa-apa, kamu bisa datang kemari atau telfon kemari ya, karena kamu jauh dari orangtuamu.”

Lalu beliau memberikan nomer telfon rumahnya.
Senang sekali bisa bertemu dan mengobrol dengan Pak Muhartoyo.
Oia, beliau juga bercerita tentang tempat makan yang terkenal enak di Madiun.
Namanya Warung Pojok Mbak Endang.
Di jalan cokrohaminoto, sebelah Santa Maria.
Tanya saja, pasti orang sekitar tau karena memang terkenal sekali.

Kalau suatu hari nanti saya mampir di kota Madiun, insyaallah saya datang pak! :D

masih di hari ke enam

Sorenya saya berangkat ke Peliatan, Ubud, untuk menonton teman saya, Ade, menari Baris di Balerung Stage, Komplek Puri Guruh Sindang Paridesa.

nama lengkapnya
I Made Putra Wijaya.
Dia kuliah di ISI denpasar jurusan tari.
Ade adalah penari berbakat yang punya banyak sekali prestasi menari, di usia nya yang tergolong masih muda.
Banyak sekali juara pernah ia raih, tapi yang paling jadi kebanggaannya adalah, ia pernah diundang menari di Vietnam, tour keliling Belanda, dan baru-baru ini ia diundang oleh sebuah festival tari terkenal di German untuk menari disana.
Dan selain menari Ade juga piawai memainkan musik tradisional Bali seperti rebab dan kendang Bali.
Luar biasa.
Setiap rabu ia menari untuk rumah pertunjukkan Guruh di Ubud,
Dan di beberapa waktu lainnya ia mempertontonkan kebolehannya menabuh kendang di ARMA, Ubud.

Such a young age with lots of outstanding achievements.
hebat sekali diaaaa.

Tujuh, Kaja dan Kelod [baca: Kaje dan Klod]

Bali, seperti di Jogja, compass oriented.
Semua arah dijelaskan dengan arah mata angin.

(sambil dinyanyikan) Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat, Barat laut, Utara, Timur Laut. *tau lagunya ga? Ini lagu yang selalu dinyanyikan ibu saya waktu saya pelajaran IPS, menghapal arah mata angin, di es de.

Timur dan Barat tidak terlalu berperan, yang punya peranan penting adalah Utara, dan Selatan.

Arah Utara, dinamakan Kaja.
TAPI, ternyata Kaja tidak selalu berarti Utara
Kaja artinya ke arah gunung.
Dan Kelod, yang terjemahannya Selatan, ternyata juga tidak pasti ke arah Selatan.
Kelod artinya arah Pantai.
Bingung?
Begini,
[menurut penjelasan Ade, teman saya]
Pulau Bali memiliki pegunungan di tengah-tengahnya.
Orang-orang yang berada di Denpasar, Ubud, Badung, dan lainnya yang menjadi pusat hiruk pikuk pulau Bali, berada di sebelah selatan (kalo liat peta, berarti ada di bawah) pegunungan.
Maka dari itu, arah pegunungan, Kaja, bagi mereka ada di Utara.
Sedangkan arah Lautan, Kelod, ada di Selatan.

NAH, apa yang terjadi dengan orientasi arah orang-orang yang berada di balik pegunungan? Soalnya, itu berarti pantai mereka ada di sebelah Utara mereka.


FAKTA
Lautan ada di sebelah Utara mereka, dan pegunungan ada di sebelah Selatan mereka.

KENYATAAN
Apa yang terjadi dengan Kaja dan Kelod?
Semenjak Kaja adalah arah ke pegunungan,
Maka, bagi mereka, Kaja yang kata orang-orang di Denpasar arahnya ke utara, arahnya menjadi ke selatan. Semacam, “whatever the fact is, Kaja MEANS toward the mountains” pun sebaliknya, “whatever it takes, Kelod MEANS toward the ocean”

JADI,
bagi orang-orang daerah Selatan Bali, Kaja ya artinya Utara, Kelod ya selatan.
Tapi buat orang-orang daerah Utara Bali, Kaja mengarah ke Selatan, dan Kelod mengarah ke Utara.

“Makanya suka bingung tu kalo orang-orang Denpasar ke Singaraja. Kalo dibilang Kelod, Kelod mana ini, Kelod sini apa Kelod rumah*? Kan beda Kelod orang di balik gunung sana sama Kelod disini...”

*maksudnya Kelod rumah, arah Kelod menurut orang-orang daerah Selatan Bali

Tanya kenapa

Kenapa di tulisan sebelumnya (Kaja dan Kelod) saya bilang yang punya peranan penting di Bali hanya Utara dan Selatan?
Karena ini ada hubungannya dengan filosofi cara hidup masyarakat di Bali dengan segala struktur tatanan adat istiadat mereka.
Dijelaskan oleh Ibu Arini Alit.

Jadi gini,
Waktu belajar menari sama Ibu Arini, agem (sikap “siap” dalam menari Bali) saya seringkali salah posisi tangannya, SEHARUSNYA, buku-buku jari kedua tangan saya selalu menghadap ke kiri.

“kenapa ke kiri?”

Seperti kebanyakan sistem yang dianut di Pulau Jawa, Bali pun, menganut sistem patrilineal.
Di Bali, kedudukan laki-laki dianggap lebih tinggi.
Lebih luhur.
Jadi simbolnya pun, laki-laki harus lebih bagus.
Lelaki adalah kanan.
Lelaki adalah Kaja, gunung. Gunung dianggap lebih mulia karena kedudukannya yang tinggi, menggapai Nirwana.
Therefore,
Perempuan adalah kiri.
Perempuan adalah Kelod, lautan, yang kedudukannya lebih rendah.

Kalau ada pentas nari sekalipun, biasanya kalangan (stage) dibuat mengarah ke Selatan, Kelod. Jadi para penari itu keluarnya, gracefuly dari Utara, Kaja, menuju penonton yang berbondong-bondong menonton di sebelah selatan.

Nah, karena perempuan adalah kiri, maka tarian perempuan pun, biasanya, wajarnya, buku-buku jari tangannya semua mengarah ke kiri.

TAPI biarpun ada strata kedudukan, Kaja dan Kelod tidak ada yang lebih bagus. Mereka saling melengkapi. Air pegunungan akan mengalir menuju Laut, air Laut yang menguap pun akan turun di Gunung.
Sama seperti tidak ada jahat yang benar-benar jahat atau baik yang benar-benar baik. Jahat tidak akan ada kalau tidak ada yang Baik. Baik tidak akan ada kalau tidak ada yang Jahat.

Aku seorang perempuan,
Aku Kelod,
Aku kiri,
Aku lautan.

Ternyata

Di sini cukup aman.
Sampe sampe kalo mampir ke kosan teman dan memarkir motor di pelataran kosan bisa ditinggal walau kunci nya masih ‘nyantel’.
Ya, lebih baik kalo dibawa si kuncinya, hati orang siapa yang tau.
Tapi orang-orang disini optimis sekali, ”Ah, kalo di Bali aman. Ga akan ilang.” jadi mereka santai-santai saja memarkir motornya.

Wah, beda sekali, karena motor Haska, teman kosan saya beberapa minggu yang lalu hilang di kosan di Bandung.
Iya kosan yang baru dibangun itu.
Yang harganya langsung naik menggilo itu.
Yang sudah ada pintu gerbangnya itu.
Dikunci motornya.
Dan di parkir di parkiran motor dalam gedung kosan.
Dan raib.

Balonku ada Lima

Hari ke lima saya menonton lomba tari usia SD di Shanti Graha, Jalan Sudirman, sebelah SMA 2.
It’s not really a DANCE competition though, it’s more like a dance, singing, and playing the trditional games in one package composition.
Menarik :D
Ada 8 kelompok peserta, termasuk di dalamnya kelompok dari TK tempat cucu Ibu Arini, narasumber saya, turut ikut lomba. Namanya Ary.
Temanya ingin melestarikan nanyian-nyanyian daerah Bali, melestarikan Bahasa Bali yang halus, permainan tradisional, dan kegemaran bermain musik tradisional sederhana.

Saya tidak begitu ingat atraksi tiap kelompok, tapi kira-kira pola komposisinya seperti ini:
Ada kurang lebih 15 anak dalam satu kelompok.
Mereka masuk arena panggung sambil menari dan bernyanyi (gerak nya tingkah lakunya lucu sekali).
Mereka membawa alat-alat musik tradisional sederhana juga.
Setelah masuk panggung, berbaris ke samping dan duduk.
Lalu ada skenario disana, semacam bermain tebak-tebakan.
Ada satu anak yang di set secara sengaja maju ke depan, menghadap samping, mengajukan tabk-tebakan.
Ada salah satu adegan tebak-tebakan yang sukses bikin saya ngakak, kira-kira begini (suaranya agak kurang jelas karena tidak disediakan mic, dan tata panggung nya memang bukan tata panggung teater, udah gitu yang nonton buannyak sekali desek-desekan, panas dan pengap karena indoor),
“apa hayoo, beda supermen dengan suparman?”
Lalu anak-anak lain sisanya acting berpikir dengan menyentuhkan jari telunjuk mereka di pelipis, seraya bergumam,
“apa yaa..apa yaaaaa..”
Lalu si anak berkata lagi,
“tidak ada yang tau? Kalau supermen celana dalamnya di warna merah, kalau suparman celana dalamnya warna putih!” (siapa ini guru yang bikin garingan ini? Harus ketemu Agni dia kayanya)
Lalu anak-anak kecil yang lain berakting,
Begini ni aktingnya,
Muka masih datar, beberapa mulai bengong kehilangan fokus, tapi masih hafal urutan dialog, beberapa melihat ke arah penonton, lalu bersama-sama berseru (muka masih datar),
“ha ha ha ha ha ha”

Hmm. Itu lucu sekali. Sampai sakit perut saya tertawa melihat watak-watak polos itu berlakon.

Komposisi masih panjang, setelah beberapa tebak-tebakan, masih ada menari, bermain musik, dan mereka bermain permainan tradisional.

Nah, ada 1 kelompok yang sangat berkesan buat saya, kebetulan kelompok nya Ary.
Di kelompok ini mereka punya icon, semacam pemimpin grup nya gitu lah, seorang anak laki-laki, gwendut, ipel-ipel kalo bahasa jawanya, botak, dan jalannya sengaja meliuk-liuk, LUCU banget. Kalo dia jalan, atau keluar, atau joged, satu gedung pasti ketawa dan tepuk tangan. Benar-benar iconic. Secara keseluruhan komposisinya sama saja kok, tapi si satu tokoh ini membantu sangat! Liat aja rasanya pengen nyubit, atau bawa pulang, blum lagi tingkah dan aktingnya yang agak konyol, jadi tengil kesannya. Menarik sekali.

Dan mereka dapat juara satu.
Hoho, saya sudah duga.
Saya jadi mikir,

Nanti-nanti kalau pulang ke bandung dan ada kegiatan yang melibatkan lomba untuk anak-anak dan saya yang jadi kakak pembimbingnya, saya akan buat satu play, atau satu kelompok yang punya KARAKTER, dan jadi ICONIC, harus punya icon. Karena ternyata untuk bisa “stand out among the crowd” bukan cuma butuh jadi beda (be different kalo kata majalah-majalah cewe masa kini), menjadi beda tapi kalo ga ada jiwanya percuma. Selain menjadi beda, ternyata penting untuk bisa memperlihatkan karakter.

Dan selama belajar menari pun.
Menari dan menghafal masih bisa diakalin.
Yang susah adalah mengeluarkan karakter si tokoh yang ditarikan.

Tuesday, March 3, 2009

si jago merah*


*dibaca dengan gaya deklamasi anak es de membaca puisi di podium saat acara tujubelasan atau ulangtaun sekolah
dengan tangan kanan mengayun ke kanan dan berganti tangan kiri ke sebelah kiri setelahnya, saat satu tangan mengayun, tangan yang satunya diam di depan perut

si jago merah
kuberi dia nama,
warnanya merah walau tidak mewah
tapi sungguh teman yang tangguh dan setia,
kami lalui jalan maupun sawah
walau seringkali orang melihat kami dan tertawa,
tapi kami selalu punya kisah
yang akan kami bagi pada dunia.

karya, amanda mita.

Sunday, March 1, 2009

Speaking of Sunset

Saya jadi inget salah satu cerita di Le Petit Prince, waktu dia dateng ke sebuah planet yang sangat kecil sehingga dia hanya perlu menggeser kursi untuk melihat dan menikmati matahari terbenam. Lagi, lagi, dan lagi. Dan dia bilang dia sangat menikmati sensasi mengamati matahari tenggelam, karena ada sesuatu yang sendu saat itu.
Sendu.
Kenapa ya?
Saya setuju si, memang rasanya seperti sendu. Makanya saya juga selalu terdiam kalau mengamati langit senja, apalagi melihat mataharinya langsung yang terbenam.
Tapi kenapa ya?
I wonder,

“Sendu.
Karena saat matahari terbenam di cakrawala,
Ia menjauh dari langit yang sepanjang siang ia cumbu.”

Is it?

Ayo belajar bahasa Bali sedikit sedkit

Cicing = anjing kasar
(khahahahaha di bandung kan artinya diem, saya jadi kebayang, “Cicing siah!” berarti bisa berarti “Diem kamu!” atau “anjing, kamu” tanpa si orang itu tau dia dikatain. Khahahahahahahha)
Asu = anjing halus
Sing = tidak
Kengken = apa
Sing kengken = gapapa
Geg = neng, non
Jegeg = nona
Kije, geg? = bade kamana, neng? Mau kemane non?
Sugre = punten, permisi
Bedik = sedikit

Just Another Word for*

Beradaptasi
Is
Sembelit

Khahahahaha

*judul lagu Tazio & Boy di album Note-Book

empat: Denpasar, Bali

Genap 4 hari saya di Bali, tapi belum juga saya menyentuh pantai. Terakhir kemari dan bermain cukup lama disini tahun 2005, tinggal di daerah kuta legian, dan hampir setiap hari saya menyentuh ombak, melihat pantai, atau setidaknya mencium aroma laut.
Tidak kali ini.
Saya berdiam di Denpasar, capital city Pulau Bali.
Lain dengan pengalaman saya waktu menginap di daerah kuta legian sekitar,
sehingga kalau ada yang menyebut Bali, secara otomatis memori saya akan memberikan semua perasaan saya yang disimpan disana dengan tag: Liburan, Turis Berlibur, Turis dimanamana, Pantai, Toko-Toko pinggiran yang murah, Belanja, Baju ethnic, Aksesoris ethnic, Belanja lagi, Pantai dan lebih banyak pantai, Bermain dengan Debur Ombak, Melihat dan Memotret Sunset, Tertawa, Santai, 311 (lho? Eh iya bener loh) dan masih banyak lagi tag lain yang mampu diberikan otak saya sehingga yang keluar dari mulut saya dengan segenap hati dan perasaan ingin adalah, ”waaaaaahhh..asik yaaaaaaa....” sambil setengah melongo dan muka pengen ga bisa di kontrol.
Ternyata,
Selama di Denpasar 4 hari ini, semua tag yang ada di otak saya itu satu-satu mulai berubah. Bali tidak cuma sekedar Turis berlibur, aroma pantai, sunset setiap hari, toko menggelar aksesori dan baju-baju ethnic dmanamana, circle K dmanamana, orang-orang mabok di malam hari, beach boy pamer perut enam pak dan kulit coklat sempurna bergelimpangan, ajakan “kepang, kepang? Tato, tato” sepanjang jalan, dan belanja minded.
Bali,
Tidak se-glamour itu, ternyata.
Bali, juga punya Denpasar yang seperti ibukota lainnya.
Sibuk dan hiruk pikuk,
orang-orang beraktifitas normal bukan berlibur,
panas,
Banyak pendatang dari kota lain untuk belajar di ISI (dan kebanyakan dari mereka malah blum pernah berjalan-jalan di kuta sekitar),
Ada warung-warung makan murah,
Tidak melulu pantai,
Bahkan sejauh saya berjalan-jalan, blum saya temui Circle K yang menjamur di Kuta.
Denpasar ternyata tidak jauh berbeda dengan ibukota normal lainnya, walau tetap ada yang berbeda disini. Ya, seperti kota-kota lain yang pasti memiliki cirikhas masing-masing. Seperti Bandung dengan FO nya dan angkot ngetem dmanamana nya,
Jakarta dengan Polusi dan metromini nya,
Yogya dengan kebudayaannya yang masih kental, Bali pun.
Adat istiadatnya masih kental.
Saya masih bisa menemukan perempuan-perempuan berkebaya bersanggul sederhana naik motor atau berjalan di trotoar membawa bokor tembikar, tua maupun muda. Pun laki-laki dengan bawahan kain dan penutup kepala kain.
(pengen rasanya juga di bandung kmanamana bisa pake kebaya)
Rumah-rumah modern yang bersinergi dengan model rumah adat pun ditemui hampir di setiap rumah. Dengan skala sederhana maupun mewah.
Oia, yang khas lagi di denpasar tapi tidak di kota lain yang pernah saya datangi, dalam pengamatan saya sejauh ini:
Anjing diiiimanamana,
Banyak sekali warung makan babi,
Jarang sekali saya lihat angkot, tapi masih lebih sering dijumpai beroperasi di Denpasar sini dibanding di daerah Bali selatan seperti Kuta Legian sekitar.

Belum kmanamana lagi selain Denpasar sini.
Insyaallah selasa akan ke Ubud, ke Peliatan untuk menonton teman saya Ade menari Baris, dan merekam tari Legong Keraton. Lalu hari minggu nanti diajak mengunjungi dan bermalam di salah satu Desa di Singaraja, tempat teman saya Rima pulang. Oia, Rima ini primadona tari di desa nya lho! :D mudah-mudahan jadi. Amin! :]

satu dua tiga

sabtu, 29 februari 20009
Charger Mary rusak.
:’[
Setengah hari saya habiskan mencari tempat service laptop.
Berakhir di dealer service resmi yang jaraknya cukup jauh, dan solusi yang paling baiknya adalah membeli charger baru.
tapi tidak murah.
Huaaaaaaaa.

Bersepedah di hari kedua

Jumat, 27 februari 2009

Setelah paginya menonton teman-teman menari di ISI, siang nya saya memutuskan berjalanjalan dengan sepeda sekalian mencari ATM dan membeli jepit jemuran.

Maka diputuskan,

Dari ISI sini, saya akan bersepeda ke arah selatan,

ke matahari atau Robinson untuk membeli jepit jemuran di jalan Dewi Sartika,

Belok mencari ATM di Jalan Diponegoro,

Pulang lewat Jalan Mudita, belok ke Jalan Udayana,

Melewati Patung Catur Muka dan Lapangan Puputan.


catur muka statue


Di lapangan Puputan saya berhenti sebentar, parkir.




patung di Lapangan Puputan


Ternyata di lapangan ini akan ada acara.


panggung pesta rakyat


zoom panggung pesta rakyat


Ada panggung dan serombongan orang-orang check Sound.

Dan lapangan ini berfungsi dengan baik sebagai taman publik.

Banyak orang duduk-duduk di pelataran rumput dan mengobrol, ada yang duduk di tempat duduk yang sudah disediakan, dan banyak anak-anak bermain. Dari bermain skateborad, sampai bermain bola plastik.


orang duduk duduk


main skate!


Saya menghampiri mas mas dan mba mba yang duduk duduk di pelataran rumput,

“mba, mawu ada acara apa ya disini?”

“oh, gatau tu..he he” sambil nyengir

“oh, ya, terimakasih mba.”


Lalu saya menghampiri sekumpulan anak-anak yang lagi jalan.

Saya sapa dan mereka menyapa balik dengan riang.

Senang.

Saya ajak ngobrol aja, terus saya tanya,

“mawu ada acara apa ini?”

“oh itu acara ulangtaun sini yang ke 17”

“oohh..ya ya!” ternyata anak-anak jauh lebih perhatian dan tau dibanding orang dewasanya.

“saya foto ya? mau?” sambil nyengir.

“mau mau mau mau!” sambil pose.



kamu kamu kamu


Selesai saya ambil gambar nya, mereka mengerubungi saya melihat hasilnya.

Lalu melanjutkan jalannya sambil dadah dadah.

“daaaaaahhh!” saya membalas.



dadah dan terimakasih :D


mati, hilang, dan kehilangan

Hari ini salah satu kawan saya berpulang, setelah sekian bulan, tidak hanya ia tapi juga istri dan anak satu-satunya berjuang melawan sakitn...